Minggu, 07 Desember 2008

KH. Muhaiminan Gunardo Mursyid Thoriqoh Syadziliyah dari Temanggung
Almarhum Mbah Hinan, panggilan akrab KH Muhaiminan Gunardo, dilahirkan di Parakan, 74 tahun lalu.Beliau adalah keturunan Raden Santri salah seorang wali yang masih keturunan Pangeran Diponegoro. Beliau adalah pimpinan Pondok Pesantren Bambu Runcing Parakan, Suatu Pondok Pesantren yang dikenal sebagai pusat pendekar di jaman perjuangan Indonesia.Di Pesantren yang didirikan oleh kakek Beliau inilah nama senjata tradisional Bambu Runcing menjadi sangat terkenal dan ditakuti oleh penjajah Belanda. Pada jaman perjuangan para pendekar sering berkumpul di pesantren Parakan untuk mengatur strategi perjuangan melawan Belanda sekaligus diajarkan berbagai macam Ilmu Hikmah. Setiap kali berangkat berjuang selain ilmu beladiri para pendekar juga dibekali sebuah senjata yaitu Bambu Runcing, tetapi Bambu Runcing ini bukan bambu runcing biasa karena senjata ini telah di beri Asma oleh kyai. Konon setiap kali dilemparkan Bambu Runcing ini tidak saja dapat membunuh lawan bahkan dapat meledak spt bom. Itulah salah satu Karomah kyai Parakan.Sehingga Bambu Runcing Menjadi sangat terkenal di seluruh Indonesia dan ditakuti penjajah Belanda.
Ahli Hikmah
Selama ini masyarakat lebih mengenal Mbah Hinan selain sebagai alim ulama yang ahli di bidang agama juga ahli di bidang ilmu hikmah. Tak sedikit yang berhubungan dengan almarhum berkaitan dengan ilmu kekebalan untuk pertahanan diri bahkan tak sedikit yang berkaitan dengan kedudukan dan jabatan. Salah satu Karomah Kiai khos ini Adalah ketika bermain pencak silat orang disekitarnya merasakan tanah disekeliling beliau bergetar seperti ada gempa bumi. Salah satu ilmu andalan Beliau adalah SASRA BIRAWA yaitu ilmu tenaga dalam yang dapat memecahkan benda keras dari jarak jauh seperti ilmu yang dimiliki Mahesa Jenar. Setiap Santri di Pesantren Parakan diajarkan ilmu pencak silat Garuda Bambu Runcing. Salah satu murid beliau yang dikenal sebagai pendekar di kota Solo adalah Almarhum KH. Hilal Adnan pimpinan Thoriqoh Syadziliyah di Solo Jawa Tengah.
Mursyid Thoriqoh Syadziliyah
Beliau juga dikenal sebagai Mursyid Thoriqoh Syadziliyah yang bersanad sampai ke Rasulullah SAW. Beliau pernah menjabat sebagai Ketua Pengurus Pusat Jami'yyah Thariqoh Muqtabaroh An-Nahdliyyah serta pimpinan thoriqoh Syadziliyah.
Di organisai PBNU, almarhum menjabat sebagai Mustasyar. KH Muhaiminan Gunardo merupakan seorang tokoh panutan yang sangat dikenal masyarakat luas. Selain itu, beliau juga banyak memberikan sumbangan spiritual bagi kehidupan masyarakat .
SYAIKH ABDUL MALIK MURSYID SYADZILIYAH



Beliau adalah sosok ulama yang cukup di segani di kebumen propinsi jawa tengah,Syaikh Abdul Malik semasa hidupnya memegang dua thariqah besar (sebagai mursyid) yaitu: Thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah dan Thariqah Asy-Syadziliyah. Sanad thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah telah ia peroleh secara langsung dari ayah beliau yakni Syaikh Muhammad Ilyas, sedangkan sanad Thariqah Asy-Sadziliyah diperolehnya dari As-Sayyid Ahmad An-Nahrawi Al-Makki (Mekkah).Dalam hidupnya, Syaikh Abdul Malik memiliki dua amalan wirid utama dan sangat besar, yaitu membaca Al-Qur’an dan Shalawat. Beliau tak kurang membaca shalwat sebanyak 16.000 kali dalam setiap harinya dan sekali menghatamkan Al-Qur’an. Adapun shalawat yang diamalkan adalah shalawat Nabi Khidir AS atau lebih sering disebut shalawat rahmat, yakni “Shallallah ‘ala Muhammad.” Dan itu adalah shalawat yang sering beliau ijazahkan kepada para tamu dan murid beliau. Adapun shalawat-shalawat yang lain, seperti shalawat Al-Fatih, Al-Anwar dan lain-lain.Beliau juga dikenal sebagai ulama yang mempunyai kepribadian yang sabar, zuhud, tawadhu dan sifat-sifat kemuliaan yang menunjukan ketinggian dari akhlaq yang melekat pada diri beliau. Sehingga amat wajarlah bila masyarakat Banyumas dan sekitarnya sangat mencintai dan menghormatinya.Beliau disamping dikenal memiliki hubungan yang baik dengan para ulama besar umumnya, Syaikh Abdul Malik mempunyai hubungan yang sangat erat dengan ulama dan habaib yang dianggap oleh banyak orang telah mencapai derajat waliyullah, seperti Habib Soleh bin Muhsin Al-Hamid (Tanggul, Jember), Habib Ahmad Bilfaqih (Yogyakarta), Habib Husein bin Hadi Al-Hamid (Brani, Probolinggo), KH Hasan Mangli (Magelang), Habib Hamid bin Yahya (Sokaraja, Banyumas) dan lain-lain.Diceritakan, saat Habib Soleh Tanggul pergi ke Pekalongan untuk menghadiri sebuah haul. Selesai acara haul, Habib Soleh berkata kepada para jamaah,”Apakah kalian tahu, siapakah gerangan orang yang akan datang kemari? Dia adalah salah seorang pembesar kaum ‘arifin di tanah Jawa.” Tidak lama kemudian datanglah Syaik Abdul Malik dan jamaah pun terkejut melihatnya.Hal yang sama juga dikatakan oleh Habib Husein bin Hadi Al-Hamid (Brani, Kraksaan, Probolinggo) bahwa ketika Syaikh Abdul Malik berkunjung ke rumahnya bersama rombongan, Habib Husein berkata, ”Aku harus di pintu karena aku mau menyambut salah satu pembesar Wali Allah.”Asy-Syaikh Abdul Malik lahir di Kedung Paruk, Purwokerto, pada hari Jum’at 3 Rajab 1294 H (1881). Nama kecilnya adalah Muhammad Ash’ad sedang nama Abdul Malik diperoleh dari ayahnya, KH Muhammad Ilyas ketika ia menunaikan ibadah haji bersamanya. Sejak kecil Asy-Syaikh Abdul Malik telah memperoleh pengasuhan dan pendidikan secara langsung dari kedua orang tuanya dan saudara-saudaranya yang ada di Sokaraja, Banyumas terutama dengan KH Muhammad Affandi.Setelah belajar Al-Qur’an dengan ayahnya, Asy-Syaikh kemudian mendalami kembali Al-Qur’an kepada KH Abu Bakar bin H Yahya Ngasinan (Kebasen, Banyumas). Pada tahun 1312 H, ketika Syaikh Abdul Malik sudah menginjak usia dewasa, oleh sang ayah, ia dikirim ke Mekkah untuk menimba ilmu agama. Di sana ia mempelajari berbagai disiplin ilmu agama diantaranya ilmu Al-Qur’an, tafsir, Ulumul Qur’an, Hadits, Fiqh, Tasawuf dan lain-lain. Asy-Syaikh belajar di Tanah suci dalam waktu yang cukup lama, kurang lebih selama limabelas tahun.Dalam ilmu Al-Qur’an, khususnya ilmu Tafsir dan Ulumul Qur’an, ia berguru kepada Sayid Umar Asy-Syatha’ dan Sayid Muhammad Syatha’ (putra penulis kitab I’anatuth Thalibin hasyiyah Fathul Mu’in). Dalam ilmu hadits, ia berguru Sayid Tha bin Yahya Al-Magribi (ulama Hadramaut yang tinggal di Mekkah), Sayid Alwi bin Shalih bin Aqil bin Yahya, Sayid Muhsin Al-Musawwa, Asy-Syaikh Muhammad Mahfudz bin Abdullah At-Tirmisi. Dalam bidang ilmu syariah dan thariqah alawiyah ia berguru pada Habib Ahmad Fad’aq, Habib Aththas Abu Bakar Al-Attas, Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi (Surabaya), Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas (Bogor), Kyai Soleh Darat (Semarang).Sementara itu, guru-gurunya di Madinah adalah Sayid Ahmad bin Muhammad Amin Ridwan, Sayid Abbas bin Muhammad Amin Raidwan, Sayid Abbas Al Maliki Al-Hasani (kakek Sayid Muhammad bin Alwi Al Maliki Al-Hasani), Sayid Ahmad An-Nahrawi Al Makki, Sayid Ali Ridha.Setelah sekian tahun menimba ilmu di Tanah Suci, sekitar tahun 1327 H, Asy-Syaikh Abdul Malik pulang ke kampung halaman untuk berkhidmat kepada keduaorang tuanya yang saat itu sudah sepuh (berusia lanjut). Kemudian pada tahun 1333 H, sang ayah, Asy Syaikh Muhammad Ilyas berpulang ke Rahmatullah.Sesudah sang ayah wafat, Asy-Syaikh Abdul Malik kemudian mengembara ke berbagai daerah di Pulau Jawa guna menambah wawasan dan pengetahuan dengan berjalan kaki. Ia pulang ke rumah tepat pada hari ke- 100 dari hari wafat sang ayah, dan saat itu umur Asy Syaikh berusia tiga puluh tahun.Sepulang dari pengembaraan, Asy-Syaikh tidak tinggal lagi di Sokaraja, tetapi menetap di Kedung Paruk bersama ibundanya, Nyai Zainab. Perlu diketahui, Asy-Syaikh Abdul Malik sering sekali membawa jemaah haji Indonesia asal Banyumas dengan menjadi pembimbing dan syaikh. Mereka bekerjasama dengan Asy-Syaikh Mathar Mekkah, dan aktivitas itu dilakukan dalam rentang waktu yang cukup lama.Sehingga wajarlah kalau selama menetap di Mekkah, ia memperdalam lagi ilmu-ilmu agama dengan para ulama dan syaikh yang ada di sana. Berkat keluasan dan kedalaman ilmunya, Syaikh Abdul Malik pernah memperoleh dua anugrah yakni pernah diangkat menjadi Wakil Mufti Madzab Syafi’i di Mekkah dan juga diberi kesempatan untuk mengajar. Pemerintah Saudi sendiri sempat memberikan hadiah berupa sebuah rumah tinggal yang terletak di sekitar Masjidil Haram atau tepatnya di dekat Jabal Qubes. Anugrah yang sangat agung ini diberikan oleh Pemerintah Saudi hanya kepada para ulama yang telah memperoleh gelar Al-‘Allamah.Syaikh Ma’shum (Lasem, Rembang) setiap berkunjung ke Purwokerto, seringkali menyempatkan diri singgah di rumah Asy-Syaikh Abdul Malik dan mengaji kitab Ibnu Aqil Syarah Alfiyah Ibnu Malik secara tabarrukan (meminta barakah) kepada Asy-Syaikh Abdul Malik. Demikian pula dengan Mbah Dimyathi (Comal, Pemalang), KH Khalil (Sirampog, Brebes), KH Anshori (Linggapura, Brebes), KH Nuh (Pageraji, Banyumas) yang merupakan kiai-kiai yang hafal Al-Qur’an, mereka kerap sekali belajar ilmu Al-Qur’an kepada Syaikh Abdul Malik.Kehidupan Syaikh Abdul Malik sangat sederhana, di samping itu ia juga sangat santun dan ramah kepada siapa saja. Beliau juga gemar sekali melakukan silaturrahiem kepada murid-muridnya yang miskin. Baik mereka yang tinggal di Kedung Paruk maupun di desa-desa sekitarnya seperti Ledug, Pliken, Sokaraja, dukuhwaluh, Bojong dan lain-lain.Hampir setiap hari Selasa pagi, dengan kendaraan sepeda, naik becak atau dokar, Syaikh Abdul Malik mengunjungi murid-muridnya untuk membagi-bagikan beras, uang dan terkadang pakaian sambil mengingatkan kepada mereka untuk datang pada acara pengajian Selasanan (Forum silaturrahiem para pengikut Thariqah An-Naqsyabandiyah Al-Khalidiyah Kedung paruk yang diadakan setiap hari Selasa dan diisi dengan pengajian dan tawajjuhan).Murid-murid dari Syaikh Abdul Malik diantaranya KH Abdul Qadir, Kiai Sa’id, KH Muhammad Ilyas Noor (mursyid Thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah sekarang), KH Sahlan (Pekalongan), Drs Ali Abu Bakar Bashalah (Yogyakarta), KH Hisyam Zaini (Jakarta), Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya (Pekalongan), KH Ma’shum (Purwokerto) dan lain-lain.Sebagaimana diungkapkan oleh murid beliau, yakni Habib Luthfi bin Yahya, Syaikh Abdul Malik tidak pernah menulis satu karya pun. “Karya-karya Al-Alamah Syaikh Abdul Malik adalah karya-karya yang dapat berjalan, yakni murid-murid beliau, baik dari kalangan kyai, ulama maupun shalihin.”Diantara warisan beliau yang sampai sekarang masih menjadi amalan yang dibaca bagi para pengikut thariqah adalah buku kumpulan shalawat yang beliau himpun sendiri, yaitu Al-Miftah al-Maqashid li-ahli at-Tauhid fi ash-Shalah ‘ala babillah al-Hamid al-majid Sayyidina Muhammad al-Fatih li-jami’i asy-Syada’id.”Shalawat ini diperolehnya di Madinah dari Sayyid Ahmad bin Muhammad Ridhwani Al-Madani. Konon, shalawat ini memiliki manfaat yang sangat banyak, diantaranya bila dibaca, maka pahalanya sama seperti membaca kitab Dala’ilu al-Khairat sebanyak seratus sepuluh kali, dapat digunakan untuk menolak bencana dan dijauhkan dari siksa neraka.Syaikh Abdul Malik wafat pada hari Kamis, 2 Jumadil Akhir 1400 H (17 April 1980) dan dimakamkan keesokan harinya lepas shalat Ashar di belakang masjid Baha’ul Haq wa Dhiya’uddin, Kedung Paruk Purwokerto.

Minggu, 30 November 2008

APA ITU THARIQOT

Thariqat itu suatu sikap hidup ,Orang yang teguh pada pegangan yang genap, Ia waspada dalam ibadah yang mantap, Bersikap wara' berperilaku dan sikap Dengan riyadhah itulah jalan yang tetap.Para Ulama berpendapat thariqat adalah jalan yang ditempuh dan sangat waspada dan berhati-hati ketika beramal ibadah. Seseorang tidak begitu saja melakukan rukhshah (ibadah yang meringankan) dalam menjalankan macam-macam ibadah. Walaupun ada kebolehan melakukan rukhshah, akan tetapi sangat berhati-hati melaksanakan amal ibadah. Diantara sikap hati-hati itu adalah bersifat wara'.Menurut al-Qusyairy, wara' artinya berusaha untuk tidak melakukan hal-hal yang bersifat syubhat (sesuatu yang diragukan halal haramnya). Bersikap wara' adalah suatu pilihan bagi ahli thariqat.Imam al-Ghazaly membagi sifat wara' dalam empat tingkatan. Tingkat yang terendah adalah wara'ul 'adl (wara' orang yang adil) yakni meninggalkan suatu perbuatan sesuai dengan ajaran fiqh, seperti makan riba atau perjanjian-perjanjian yang meragukan dan amal yang dianggap bertentangan atau batal.Tingkat agak ke atas adalah wara'ush shâlihîn (wara' orang-orang saleh). Yakni menjauhkan diri dari semua perkara subhat, seperti makanan yang tidak jelas asal usulnya, atau ragu atas suatu yang ada di tangan atau sedang dikerjakan, atau disimpan.Tingkat yang atasnya lagi, adalah wara'ul muttaqqîn (wara' orang-orang yang takwa). Yakni meninggalkan perbuatan yang sebenarnya dibolehkan (mubah), karena kuatir kalau-kalau membahayakan, atau mengganggu keimanan, seperti bergaul dengan orang-orang yang membahayakan, orang-orang yang suka bermaksiat, memakai pakaian yang serupa dengan orang- orang yang berakhlak jelek, menyimpan barang-barang berbahaya atau diragukan kebaikannya. Contoh, sahabat Umar bin Khattab meninggalkan 9/10 (sembilan per sepuluh) dari hartanya yang halal karena kuatir berasal dari perilaku haram.Tingkat yang tertinggi adalah, wara'ush shiddiqqîn (wara' orang-orang yang jujur). Yakni menghindari sesuatu walaupun tidak ada bahaya sedikitpun, umpamanya hal-hal yang mubah yang terasa syubhat.Kisah-kisah berikut ini menunjukkan sifat-sifat orang yang wara'.Pada masa Imam Ahmad bin Hambal, hiduplah seorang sufi bernama Bisyir al-Hafy. Ia mempunyai saudara perempuan yang bekerja memintal benang tenun. Biasanya pekerjaan itu dikerjakan di loteng rumahnya. Ia bertanya kepada Imam Ahmad, "Pada suatu malam ketika ia sedang memintal benang, cahaya obor lampu orang Thahiriyah (mungkin tetangga) masuk memancar ke loteng kami. Apakah kami boleh memanfaatkan cahaya lampu obor tersebut untuk menyelesaikan pekerjaan kami?" Imam Ahmad menjawab "Sungguh dari dalam rumahmu telah ada cahaya orang yang sangat wara', maka janganlah engkau memintal benang dengan memanfaatkan cahaya obor itu".Abu Hurairah mengatakan: "Pada suatu hari seorang saudaraku datang mengunjungiku. Untuk menyajikan makanan buat menghormatinya, saya belikan lauk seekor ikan panggang. Setelah selesai menyantap makanan itu, saya ingin membersihkan tangannya dari bau ikan bakar itu. Dari dinding rumah tetangga, saya mengambil debu bersih untuk membersihkan dan menghilangkan bau amis dari tangannya. Akan tetapi saya belum minta izin tetangga tersebut untuk menghalalkan perbuatan saya itu. Saya menyesali atas perbuatan saya itu empat puluh tahun lamanya".Dikisahkan juga bahwa ada seorang laki-laki mengontrak sebuah rumah. Ia ingin menghiasi ruangan rumah itu, lalu menuliskan khat-khat riq'i pada salah satu dindingnya. Ia berusaha menghilangkan debu-debu pada dinding rumah kontrakan itu. Karena ia merasa bahwa perbuatan itu baik dan tidak ada salahnya. Ketika ia sedang membersihkan debu-debu pada dinding rumah itu, didengarnya suara, "Hai orang yang menganggap remeh pada debu engkau, akan mengalami perhitungan amal yang sangat lama".Imam Ahmad bin Hanbal pernah menggadaikan sebuah bejana tembaga kepada tukang sayur Makkah. Ketika hendak ditebusnya bejananya itu, si tukang sayur mengeluarkan dua buah bejana lalu ia berkata: "Ambillah salah satu, mana yang jadi milikmu". Imam Ahmad berkata, "Saya sendiri ragu, mana dari dua bejana itu yang menjadi milikku. Untuk itu ambil olehmu bejana dan uang tebusannya. Saya rela semua untukmu". Tukang sayur itu serta merta menunjukkan, mana bejana milik Imam Ahmad, lalu berkata: "Inilah milikmu". Imam Ahmad berkata, "Sesungguhnya aku hanya menguji kejujuranmu! Sudah, saya tidak akan membawanya lagi," sambil berjalan meninggalkan tukang sayur itu.Diriwayatkan bahwasannya Ibnu al-Mubarak pulang pergi dari Marwan ke Syam untuk mengembalikan setangkai pena, yang belum sempat dikembalikan kepada pemiliknya.Hasan al-Bashry pernah menanyakan kepada seorang putera sahabat Ali bin Abi Thalib, ketika itu sedang bersandar di Ka'bah sambil memberi pelajaran. Hasan al-Bashry bertanya: "Apakah yang membuat agama menjadi kuat?" Dijawabnya: "yang menguatkan agama adalah sifat wara'". "Apa yang merusak agama?" "yang merusak agama adalah tamak". Jawaban itu mengagumkan Hasan al-Basry, lalu ia berkata "Dengan sifat wara' yang ikhlas lebih baik dari seribu kali shalat dan puasa".Itulah beberapa kisah yang menghiasi akhlak para sufy masa lampau. Sifat yang mengagumkan yang melekat dalam hidup mereka. Demikian juga sifat mulia para sahabat tabi'in dan tabi'it-tabi'in.Kata wa-azimatun, menurut lughat, artinya cita-cita yang kuat. Maksudnya penuh kesungguhan dan sabar menghadapi bermacam-macam masalah hidup, akan tetapi kuat menghadapinya dan mampu mengendalikan hawa nafsu. Demikian juga melatih diri dengan riyadlah yang dapat memperkuat ibadah dan melakukan ketaatan. Umpamanya riyadlah mengendalikan keinginan yang mubah, seperti puasa makan, minum, tidur, menahan lapar seperti puasa, sunnat, atau meninggalkan hal-hal yang kurang berguna bagi kemantapan dan konsentrasi jiwa kaum sufi.Nabi SAW bersabda: "Cukurlah kiranya bagi manusia beberapa suapan untuk menegakkan tulang punggungnya. Apabila ingin lebih dari itu, hendaklah ia membagi perutnya; sepertiga untuk makan, sepertiga untuk minum, dan sepertiga lagi untuk bernafas".Dalam hadits lain Nabi SAW bersabda: "Bukankah manusia itu tertelungkup dalam neraka, tidak lain karena buah omongan lisannya. Sedangkan usia manusia itu adalah modal pokok perdagangannya. Apabila disia-siakan dengan makhluk perbuatan yang tidak berguna, maka sungguh ia telah merusaknya dengan kesia-siaan".Oleh karena itu mengamalkan ilmu thariqat sama dengan menghindari segala macam perbuatan mubah, seperti telah dicontohkan di atas. Itulah jalan suci akan mengantarkan manusia kepada ketaatan dan kebahagiaan

Senin, 24 November 2008

hizb bahr

Hizbul Bahr Sayyid Abi Hasan Asy-Syadzili

بِسْمِ اللهِ الَّرحْمَنِ الرَّحْيْمِ. اَللَّهُمَّ يَاالله يَاعَلِيُّ يَاعَظِيْمُ يَاحَلِيْمُ يَاعَلِيْمُ. اَنْتَ رَبِّيْ وَعِلْمُكَ حَسْبِيْ فَنِعْمَ الرَّبُّ رَبِّيْ وَنِعْمَ اْلحَسْبُ حَسْبِيْ تَنْصُرُ مَنْ تَشَاءُ وَاَنْتَ اْلعَزِيْزُ الرَّحِيْمُ. نَسْاَلُكَ الْعِصْمَةَ فِى الْحَرَكَاتِ وَالسَّكَنَاتِ وَالْكَلِمَاتِ وَالْاِرَادَاتِ وَالْخَطَرَاتِ.مِنَ الشُّكُوْكِ وَالظُّنُوْنِ وَاْلاَوْهَامِ السَّاتِرَةِ لِلْقُلُوْبِ عَنْ مُطَالَعَةِ الْغُيُوْبِ فَقَدِ (ابْتُلِيَ الْمُؤْمِنُوْنَ وَزُلْزِلُوْا زِلْزَالاً شَدِيْدًا)(وَاِذْ يَقُوْلُ اْلمُنَافِقُوْنَ وَالَّذِيْنَ فِى قُلُوْبِهِمْ مَرَضُ مَا وَعَدَنَا اللهُ وَرَسُوْلُهُ اِلاَّغُرُوْرًا) فَثَبِّتْنَا وَانْصُرْنَا وَسَخِّرْلَنَا هَذَا اْلبَحْرَ كَمَا سَخَّرْتَ اْلبَحْرَ لمُوْسَى وَسَخَّرْتَ النَّارَ ِلاِبْرَاهِيْمَ وَسَخَّرْتَ اْلجِبَالَ وَاْلحَدِيْدَ لِدَاوُدَ وَسَخَّرْتَ الرِّيْحَ وَالشَّيَاطِيْنَ وَاْلجِنَّ لِسُلَيْمَانَ وَسَخِّرْلَنَا كُلَ بَحْرٍهُوَ لَكَ فِى اْلاَرْضِ وَالسَّمَاءِ وَاْلمُلْكِ وَ اْلمَلَكُوْتِ وَبَحْرَ الدُّنْبَا وَبَحْرَ اْلاخِرَةِ وَسَخِرْلَنَا كُلََّ شَيْءٍ. يَامَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوْتُ كُلُّ شَيْءٍ (كهيعص)(ثَلاَثًا) اُنْصُرْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ النَّاصِرِيْنَ وَافْتَحْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ وَاغْفِرْلَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ اْلغَافِرِيْنَ وَارْحَمْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ وَارْزُقْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ وَاهْدِنَا وَنَجِّنَا مِنَ اْلقَوْمِ الظَّاِلمِيْنَ وَهَبْ لَنَا رِيْحًا طَيْبَةً كَمَا هِيَ فِى عِلْمِكَ وَانْشُرْهَا عَلَيْنَا مِنْ خَزَاِئنِ رَحْمَتِكَ وَاحْمِلْنَا بِهَا حَمْلَ اْلكَرَا مَةِ مَعَ السَّلاَمَةِ وَ الْعَافِيَةِ فِي الدِّ يْنِ وَالدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ. اَللَّهُمَّ يَسِّرْلَنَا اُمُوْرَنَا مَعَ الرَّاحَةِ لِقُلُوْبِنَا وَاَبْدَانِنَا وَالسَّلاَمَةِ وَاْلعَافِيَةِ فِى دِيْنِنَا وَدُنْيَانَا وَكُنْ لَنَا صَاحِبًا فِى سَفَرِنَا وَخَلِيْفَةً فِى اَهْلِنَا, وَاطْمِسْ عَلَى وُجُوْهِ اَعْدَائِنَا وَامْسَخْهُمْ عَلَى مَكَانَتِهِِمْ فَلاَ يَسْتَطِيْعُوْنَ اْلمُضِيَّ وَلاَاْلمجَِيْ ءَ اِلَيْنَا (وَلَوْ نَشَاءُ لَطَمَسْنَا عَلَى اَعْيُنِهِمْ فَاسْتَبَقُوْا الصِّرَاطَ فَانَّى يُبْصِرُوْنَ* وَلَوْنَشَآءُ لمََسَخْنَاهُمْ عَلَى مَكَانَتِهِمْ فَمَااسْتَطَاعُوْا مُضِيًّا وَلاَيَرْجِعُوْنَ (يس وَاْلقُرْآنِ الْحَكِيْمِ* اِنَكَ لَمِنَ اْلمُرْسَلِيْنَ* عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ* تَنْزِيْلَ اْلعَزِيْزِ الرَّحِيْمِ* لِتُنْذِرَ قَوْمًا مَا اُنْذِرَ آبَاؤُهُمْ فَهُمْ غَافِلُوْنَ* لَقَدْحَقَّ اْلقَوْلُ عَلَى اَكْثَرِهِمْ فَهُمْ لاَيُؤْمِنُوْنَ* اِنَاجَعَلْنَا فِى اَعْنَاقِهِمْ اَغْلاَلاً فِهَيَ اِلَى اْلاَذْقَانِ فَهُمْ مُقْمَحُوْنَ* وَجَعَلْنَا مِنْ بَيْنِ اَيْدِيْهِمْ سَدًّا وَمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَاَغْشَيْنَهُمْ فَهُمْ لاَيُبْصِرُوْنَ* شَاهَتِ اْلوُجُوْهُ(ثَلاَثًا) وَعَنَتِ اْلوُجُوْهُ لِلْحَيِّ اْلقَيُّوْمِ. وَقَدْ خَابَ مَنْ حَمَلَ ظُلْمًا(طس)(حم. عسق)(مَرَجَ اْلبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيَانِ* بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لاَيَبْغِيَانِ)(حم)(سَبْعًا) حُمَّ اْلاَمْرُ وَجَاءَ النَّصْرَ, فَعَلَيْنَا لاَ يُنْصَرُوْنَ (حم* تَنْزِيْلُ الْكِتَابِ مِنَ اللهِ الْعَزِيْزِ الْعَلِيْمِ* غَافِرِالذَّنْبِ وَقَابِلِ التَّوْبِ شَدِيْدِ الْعِقَابِ ذِى الطَّوْلِ لآ اِلَهَ اِلاَّهُوَ. اِلَيْهِ الْمَصِيْرُ)(بِسْمِ اللهِ)باَبُنَا(تَبَارَكَ) حِيْطَانُنَا(يَس) سَقْفُنَا(كَهَيَعَصَ) كِفَايَتُنَا(حم.عسق) حِمَايَتُنَا(فَسَيَكْفِيْكَهُمُ اللهُ وَهُوَالسَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ)سِتْرُ الْعَرْشِ مَسْبُوْلٌ عَلَيْنَا وَعَيْنُ اللهِ نَاظِرَةٌ اِلَيْنَا بِحَوْلِ اللهِ لاَيُقْدَرُ عَلَيْنَا (وَاللهُ مِنْ وَرَائِهِمْ مَحْفُيْطٍ . بَلْ هُوَ قُرْآنٌ مَجِيْدٌ . فِى لَوْحٍ مَحْفُوْظٍ) (فاللهُ خَيْرٌ حَافِظًا وَهُوَ اَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ) (ثَلاَثًا) (اِنَّ وَلِيِّيَ اللهُ الَّذِيْ نَزَّلَ الْكِتَابَ . وَهُوَ يَتَوَلَّى الصَّالِحِيْنَ) (حَسْبِيَ اللهُ لآ اِلَهَ اِلاَّهُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ) (ثَلاَثًا) بِسْمِ اللهِ الَّذِيْ لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِى اْلاَرْضِ وَلاَ فِى السَّمَآءِ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ (ثَلاَثًا) وَلاَحَوْلَ وَلاَقُوَّةَ اِلاَّبِا للهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ ( اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ , يَآ ايُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا) (الله لآ اِلَهَ اِلاَّهُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ ....) Ayat kursi sebaiknya dibaca dengan satu nafasيَااللهُ يَانُوْرُ يَاحَقُّ يَامُبِيْنُ , اُكْسُنِيْ مِنْ نُوْرِكَ وَعَلِّمْنِيْ مِنْ عِلْمِكَ وَاَفْهِمْنِيْ عَنْكَ وَاَسْمِعْنِيْ مِنْكَ وَبَصِّرْنِيْ بِكَ وَاَقِمْنِيْ بِشُهُوْدِكَ وَعَرِّفْنِيْ الطَّرِيْقَ اِلَيْكَ وَ هَوِّنْهَا عَلَيَّ بِفَضْلِكَ وَاَلْبِسْنِيْ لِبَاسَ التَّقْوَى مِنْكَ. اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ, يَاسَمِيْعُ يَاعَلِيْمُ يَاحَلِيْمُ يَاعَلِيُّ يَاعَظِيْمُ يَااللهُ اِسْمَعْ دُعَاِئْ بِخَصَائِصِ لُطْفِكَ آمِيْنَ. اَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ كَلِّهَا مِنْ شَرِّ مَاخَلَقَ ( ثَلاَثًا ) يَاعَظِيْمَ السُّلْطَانِ , يَاقَدِيْمَ اْلاِحْسَانِ يَادَائِمَ النَّعْمَاءِ يَابَاسِطَ الرِّزْقِ يَاكَثِيْرَ الْحَيْرَاتِ يَاوَاسِعَ الْعَطَاءِ يَادَافِعَ الْبَلاَءِ وَيَاسَامِعَ الدُّعَاءِ يَاحَاضِرًا لَيْسَ بِغَائِبٍ يَامَوْجُوْدًا عِنْدَ الشَّدَائِدِ يَاخَفِيَّ اللُّطْفِ يَالَطِيْفَ الصُّنْعِ , يَاحَلِيْمًا لاَ يَعْجَلُ اِقْضِ حَاجَتِيْ بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.اَللّهُمَّ اِنَّكَ تَعْلَمُ مَا نَحْنُ فِيْهِ وَمَانَطْلُبُهُ وَنَرْتَجِيْهِ مِنْ رَحْمَتِكَ فِى اَمْرِنَا كُلِّهِ . فَيَسِّرْ لَنَا مَا نَحْنُ فِيْهِ مِنْ سَفَرِنَا وَمَانَطْلُبُهُ مِنْ حَوَائِجِنَا وَقَرِّبْ عَلَيْنَا الْمَسَافَاتِ, وَسَلِّمْنَا مِنَ الْعِلَلِ وَالْلآفَا تِ وَلاَ تَجْعَلِ الدُّ نْيَا اَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَمَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلاَتُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَيَرْحَمُنَا بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنّا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.َ

NASEHAT SUFI

NASEHAT 2

Ikutilah (Sunnah Rasul) dengan penuh keimanan, jangan membuat bid'ah, patuhilah selalu kepada Allah dan Rasul-Nya, jangan melanggar; junjung tinggilah tauhid dan jangan menyekutukan Dia; sucikanlah Dia senantiasa dan jangan menisbahkan sesuatu keburukan pun kepada-Nya. Pertahankan Kebenaran-Nya dan jangan ragu sedikit pun. Bersabarlah selalu dan jangan menunjukkan ketidaksabaran. Beristiqomahlah; berharaplah kepada-Nya, jangan kesal, tetapi bersabarlah. Bekerjasamalah dalam ketaatan dan jangan berpecah-belah. Saling mencintailah dan jangan saling mendendam. Jauhilah kejahatan dan jangan ternoda olehnya. Percantiklah dirimu dengan ketaatan kepada Tuhanmu; jangan menjauh dari pintu-pintu Tuhanmu; jangan berpaling dari-Nya.

NASEHAT SUFI

NASEHAT 1

Tiga hal mutlak bagi seorang Mukmin, dalam segala keadaan, yaitu:
(1) harus menjaga perintah-perintah Allah,
(2) harus menghindar dari segala yang haram,
(3) harus ridha dengan takdir Yang Maha Kuasa. Jadi seorang Mukmin, paling tidak, memiliki tiga hal ini. Berarti, ia harus memutuskan untuk ini, dan berbicara dengan diri sendiri tentang hal ini serta mengikat organ-organ tubuhnya dengan ini